Pemerintah Australia, melalui AusAid, telah memberikan dukungan untuk sektor hukum dan
keadilan di Indonesia selama lebih dari 10 tahun. Pada tahun 2011, Kemitraan
Australia Indonesia untuk Keadilan (AIPJ) dimulai sebagai program lima tahun
AusAid
yang baru.
Memasuki tahun ketiga implementasi program kemitraan, AIPJ memfokuskan diri pada upaya untuk ‘Mewujudkan
Hak’. Hak yang dimaksud meliputi hak atas
identitas hukum (akta kelahiran, akta nikah, dan akta cerai), hak atas proses peradilan yang adil, bersih, dan mudah
diakses,
dan hak atas informasi (hukum).
Untuk membantu mewujudkan salah satu hak di atas,
yakni hak atas proses peradilan yang adil, bersih, dan mudah diakses, maka AIPJ
mendukung kegiatan penggunaan alternatif penyelesaian sengketa (APS) di
pengadilan. Kegiatan ini juga sejalan dengan program prioritas 2013 yang
dicanangkan oleh Mahkamah Agung dan nota kesepahaman antara Mahkamah Agung,
Family Court of Australia, dan Federal Court of Australia terkait mediasi.
Salah satu jenis APS yang saat ini digunakan di
pengadilan adalah “court annexed mediation”. Court annexed mediation
adalah proses mediasi yang diwajibkan untuk dilakukan oleh Pengadilan pada
proses perdata. Dasar hukumnya adalah pasal 130 HIR dan 154 Rbg, yang pada
pokoknya menyatakan bahwa hakim yang mengadili perkara perdata mengupayakan
perdamaian para pihak yang berperkara. Mediasi di pengadilan ini kemudian
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1/2008. Perma
hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan proses berperkara di Pengadilan
sehingga tidak berlaku untuk mediasi yang dilakukan di luar pengadilan/non
court annexed mediation). Berdasarkan PERMA ini maka hakim wajib mengupayakan
perdamaian semua sengketa perdata (kecuali perkara yang diselesaikan di
Pengadilan Niaga, Pengadilan Hubungan Industrial, keberatan atas putusan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen, dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha) antara para pihak yang diajukan kepada pengadilan melalui
bantuan mediator dan apabila hal ini dilanggar maka putusan yang dihasilkan
pengadilan tersebut menjadi batal demi hukum. Hal ini berarti akibat hukum yang
dapat ditimbulkan apabila mediasi tidak dilaksanakan akan sangat berat dan
sangat merugikan para pihak yang berperkara.
Perma 1/2008 menyatakan bahwa penyelesaian
sengketa melalui mediasi di pengadilan (court annexed mediation)
dilakukan oleh seorang mediator. Mediator yang
handal dan terampil menjadi salah satu kunci keberhasilan terjadinya
kesepakatan antara kedua belah pihak. Salah satu cara yang dilakukan MA untuk
menciptakan mediator yang handal dan terampil adalah dengan melaksanakan
pelatihan sertifikasi bagi mediator. Calon mediator diharuskan mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga yang telah
memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung Republik Indonesia dan
memenuhi standar kelulusan pelatihan sertifikasi tersebut. Saat ini, Pusat Pendidikan dan Pelatihan MA menggunakan
kurikulum dan materi pelatihan mediasi yang berasal dari beberapa lembaga
pelatihan sertifikasi mediasi, misalnya kurikulum dan materi pelatihan yang
dikembangkan oleh Mahkamah Agung dengan didukung oleh IICT (Indonesian Institute
for Conflict Transformation) dan Pusat Mediasi Nasional (PMN). Kurikulum
dan materi pelatihan ini dirasakan belum komprehensif dan perlu direvitalisasi
untuk dapat mengakomodasi perkembangan tantangan seorang mediator di lapangan.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, MA dan AIPJ
bekerjasama untuk melakukan revitalisasi atas kurikulum dan materi pelatihan
lainnya untuk Pelatihan Sertifikasi Mediasi di Pengadilan serta Pelatihan bagi
Pelatih (ToT) Pelatihan Sertifikasi tersebut. Identifikasi awal menyatakan
bahwa pelatihan sertifikasi dilaksanakan untuk meningkatkan keterampilan, intelektual, penguasaan teknis dan prosedur mediasi, serta respon nilai-nilai serta prinsip
kehati-hatian dari seorang mediator. Untuk itu, materi pelatihan sertifikasi
pelatihan perlu menerapkan 25% teori dan 75% praktek dengan metode pembelajaran
yang partisipatif dan interaktif dan sekurang-kurangnya meliputi pengetahuan
dasar, teknik keterampilan mediator dan cara membuat kesepakatan perdamaian
yang didasarkan pada kurikulum,
silabi dan modul serta alat peraga/video yang mudah diserap dan langsung dapat
dipraktekkan oleh peserta sertifikasi. Pelatihan
diharapkan juga dapat mempertimbangkan prinsip-prinsip manajemen perubahan
dalam materi ajarnya. Identifikasi awal ini dapat berkembang sesuai dengan
hasil analisa kebutuhan pelatihan.
Untuk pengadaan tersebut AIPJ mengadakan
proses pengadaan jasa untuk pemilihan perusahaan/lembaga pelaksana. Batas waktu
memasukkan penawaran adalah hari Jumat, 14 Maret 2014 jam 17.00 WIB. Informasi
selanjutnya untuk proses tersebut dijabarkan dalam Lampiran I. Dokumen
Pengadaan Jasa yang dapat diunduh di http://www.aipj.or.id/aipj/ uploads/ck_uploads/files/Bid% 20Document_TOR%20Kurikulum% 20Diklat%20Mediasi_28%20Feb% 202014_3.pdf
No comments:
Post a Comment