CALL
FOR PROPOSAL
ANAK BEBAS DARI KEKERASAN
DAN
MENDAPATKAN PENDIDIKAN YANG BERKUALITAS
PROGRAM
SCHOOL FOR CHANGE
1.
LATAR BELAKANG UMUM
Indonesia telah atau
hampir memenuhi Millennium Development Goal #2:
Akses terhadap pendidikan dasar, tetapi masih ada tantangan untuk menyediakan
pendidikan yang berkualitas untuk anak-anak. Angka partisipasi murni anak di
sekolah dasar di kabupaten miskin di bawah 60% dibandingkan dengan kabupaten
yang lebih maju yang sudah mencapai target 100%. Angka partisipasi murni untuk
pendidikan menengah mengalami kenaikan
yang stabil (saat ini 66% di SMP dan 45% di Sekolah Menengah Atas) tetapi masih
lebih rendah dibandingkan dengan negara lain di wilayah ini. Indonesia juga
tertinggal di belakang negara tetangganya di Pendidikan Anak Usia Dini dan
Pendidikan Tinggi, dengan tingkat partisipasi kotor 21% dan 11,5%
masing-masingnya. Angka partisipasi secara keseluruhan sedikit lebih tinggi
untuk anak perempuan daripada anak laki-laki dan jauh lebih tinggi di Jawa
dibandingkan daerah lain di Indonesia.
Selanjutnya, survei kesehatan
sekolah secara global
tahun 2015
menunjukkan bahwa kekerasan terhadap anak-anak ditoleransi oleh orang dewasa
dan ini merupakan ancaman
terhadap kesejahteraan anak-anak. Laporan Global pada 2017 tentang "
Ending violence in childhood
" menyoroti bahwa 73,7% anak-anak berusia 1 hingga 14 tahun bahkan
mengalami kekerasan dan hukuman fisik sebagai bentuk disiplin. Studi The Violence Free Schools
(VFS) pada tahun
2016 mengungkapkan bahwa kekerasan di sekolah umum terjadi dan bahwa ada
kurangnya kesadaran tentang pengasuhan dan pengajaran yang positif; dan bahwa
sistem Perlindungan Anak (CP) di sekolah tidak memadai.
Selain kekerasan terhadap anak di
sekolah, kemampuan membaca siswa telah menjadi salah satu kekhawatiran lainnya. Sebuah studi tentang minat baca
oleh Universitas Central Connecticut State menempatkan Indonesia di posisi
60 dari 61 negara,
terlepas dari fakta bahwa dalam infrastruktur, di peringkat 34, Indonesia
mengungguli negara lain dengan tradisi membaca yang lebih baik seperti Jerman,
Portugal, Selandia Baru dan Selatan. Korea. Penelitian ini didukung oleh
statistik UNESCO pada tahun 2012 yang menunjukkan indeks minat membaca di
Indonesia rendah, hanya 0,001, yang berarti hanya 1 dari
1.000 orang Indonesia memiliki minat baca yang tinggi. Secara khusus, Penilaian
Keaksaraan (Literacy Assesment) yang dilakukan oleh Yayasan Sayangi Tunas Cilik
kepada 264 siswa kelas tiga di Kecamatan Fatuleu Tengah Kabupaten Kupang pada
awal Agustus 2018 mengungkapkan bahwa hanya 38% dari siswa ini (100 dari 264)
dapat memahami bacaan sederhana.
Data menunjukkan bahwa siswa membutuhkan stimulasi yang tepat agar mereka
mencapai standar kemampuan membaca pada tingkatan usia mereka.
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(SDG) 16 menyoroti dampak negatif kekerasan dan ketidakstabilan dalam
pembangunan ekonomi dan sosial. Laporan UNESCO tahun 2017 tentang “School
Violence and Bullying
- Global Status Report”
menyatakan bahwa kekerasan dan intimidasi di sekolah mengakibatkan: (1)
anak-anak tidak masuk
sekolah (2) anak-anak memiliki nilai yang lebih rendah dan (3) anak-anak putus
sekolah. Anak-anak yang berpartisipasi dalam proyek percontohan Disiplin
Positif (PD) yang dilaksanakan oleh Save the Children pada tahun 2015 mencerminkan
bahwa kekerasan di sekolah berkontribusi pada anak putus sekolah, sementara pendekatan tanpa
kekerasan mendorong kehadiran kehadiran anak di sekolah. Temuan yang sama dikonfirmasi oleh evaluasi dampak
dari program Percepatan Keaksaraan (Literacy Boost) pada tahun 2016 yang menyoroti
efek negatif dari kekerasan emosional dan psikologis pada perkembangan dan
pembelajaran anak. Kekerasan dan intimidasi di
sekolah sekolah
memiliki dampak negatif yang jelas pada kualitas dan hasil pendidikan serta
merusak kesehatan fisik, mental dan emosional anak-anak dan dengan demikian
memiliki efek negatif pada pembelajaran.
Efek kekerasan
terhadap anak-anak tidak hanya menimpa anak-anak secara individu dan tetapi juga mempengaruhi
keluarga dan negara pada umumnya. Gagal melindungi anak-anak dari kekerasan mengeluarkan biaya yang besar dalam bentuk hilangnya produktivitas, dan biaya lainnya
terkait respons. Selain itu, investasi publik dalam pendidikan
hanya akan mendapatkan pengembaliannya ketika anak menyelesaikan siklus pendidikan dengan
hasil pembelajaran yang baik dan menjadi warga
negara yang produktif dan dengan demikian dapat membantu
keluar
dari kemiskinan.
2.
LATAR
BELAKANG PROGRAM
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) secara resmi memiliki
tingkat kemiskinan tertinggi ketiga (20,2%) dari 34 provinsi di Indonesia dan
indeks pembangunan manusia terendah ketiga (0,631). Para siswa di provinsi ini
bersekolah secara formal rata-rata hanya 6,3 tahun, yang jauh lebih rendah
daripada rata-rata nasional 11,4 tahun. Provinsi ini berada pada tingkat
terendah ketiga untuk partisipasi di pra-sekolah (PAUD/TK). Provinsi ini juga
diakui sebagai daerah dengan tingkat kekerasan yang sangat tinggi terhadap
anak-anak. Berdasarkan Laporan Violence
Against Children (Kekerasan terhadap anak) UNICEF tahun 2017 di Indonesia:
40% anak-anak berusia 13-15 tahun dilaporkan telah mengalami penyerangan secara
fisik setidaknya sekali dalam satu tahun. 26% anak-anak melaporkan telah mendapatkan
hukuman fisik dari orang tua atau pengasuh di rumah, 50% anak-anak melaporkan
diganggu/diintimidasi di sekolah. Di Provinsi NTT, 31% anak-anak pernah
mengalami kekerasan seksual dan merupakan yang tertinggi dari bentuk-bentuk
kekerasan lain dengan yang mengejutkan berada pada 98%. Prevalensi pernikahan
anak tetap tinggi dengan 1 dari 4 anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun,
berdasarkan sebuah bagian dari Paper dari Kemitraan Global untuk Mengakhiri
Tindak Kekerasan terhadap Anak (Global Partnership to End
Violence against Children initiative).
Kabupaten Kupang adalah kabupaten
terbesar kedua di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan 11,7% penduduknya
dikategorikan sebagai penduduk miskin. 86% guru SD di NTT hanya memiliki dua tahun atau kurang
pendidikan di tingkat menengah,
dan sebagian besar tidak memenuhi persyaratan kompetensi minimum untuk guru..
Ada juga kendala pada orang tua untuk mendukung secara
memadai pendidikan
anak-anak mereka karena banyak orang tua di NTT, dan khususnya di daerah
pedesaan, buta huruf. Kabupaten Kupang memiliki persentase lebih tinggi untuk
orang-orang yang buta huruf dibandingkan dengan rata-rata untuk Provinsi NTT
pada tahun 2016. Persentase orang yang buta huruf adalah 8,1% (Laki-laki =
7,2%, Perempuan = 9,1%) di Kabupaten Kupang dan 7,4% (Laki-laki = 6,1 %,
Perempuan = 8,7%) untuk Provinsi NTT.
Untuk
mengatasi kesenjangan tersebut, Yayasan Sayangi Tunas Cilik, Mitra Save the
Children International melaksanakan
program School for Change di Kabupaten
Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Program yang akan mengintegrasikan perlindungan anak dan percepatan literasi ini ditujukan terutama untuk menciptakan
lingkungan yang aman bagi anak-anak untuk belajar dan untuk bebas dari segala bentuk
kekerasan. Program ini akan dilaksanakan di 7 kecamatan di Kabupaten Kupang,
yaitu Kupang Barat, Nekamese, Kupang Tengah, Kupang Timur, Amabi Oefeto,
Amarasi, dan Fatuleu.
Program yang didanai
oleh IKEA Foundation melalui Save the Children Sweden ini dapat berjalan melalui koordinasi dan
kolaborasi yang erat dengan pemerintah daerah seperti Dinas Pendidikan (Dinas P
& K), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA),Dinas Sosial (Dinsos),
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dinas Pemberdayaan
Masyarakat Desa, Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah serta pemerintah daerah
baik di tingkat kecamatan dan desa.
Belajar dari program MEMBACA, yang didanai oleh H & M, program School for Change akan memperkuat
kolaborasi dengan pengawas sekolah dan kepala sekolah untuk memulai manajemen
sekolah yang transparan dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kualitas
sekolah. Kolaborasi ini juga akan dilakukan dengan komite sekolah, yang sudah
ada atau belum ada, LSM lokal, pihak berwenang di tingkat kecamatan dan desa,
dan organisasi berbasis agama untuk ikut berpartisipasi dalam program ini.
Program School for Change akan
dilaksanakan dalam tiga tahun dari 2018 hingga 2021. Dalam desain proyek, enam
bulan pertama adalah fase Set
Up awal,
yang digunakan
untuk mengembangkan
baseline dan memobilisasi pemangku kepentingan dan mitra di level kabupaten
dan nasional. Tahap kedua adalah Roll Out dan Implementasi (27 bulan) di
mana kegiatan program di 56
sekolah dan 44 desa
akan dilaksanakan dengan mitra
strategis dan mitra pelaksana.
Ini juga merupakan tahap di mana kami ingin mendorong implementasi program
yang berkualitas
dengan mitra. Tahap ketiga adalah Penelitian, Monitoring, Evaluasi, dan Pembelajaran (3 bulan) dengan
universitas. Tahap ini juga akan didedikasikan untuk pengalihan kepemilikan
dengan mitra.
Memasuki periode implementasi, School for Change akan melakukan implementasi program secara
langsung sambil
memulai proses seleksi untuk LSM lokal sebagai mitra pelaksana. Organisasi
lokal yang ditargetkan untuk mitra potensial di Kabupaten Kupang adalah mereka
yang memiliki visi dan misi yang sama untuk bekerja bagi hak-hak anak secara umum dan secara
khusus untuk
perlindungan anak dan pendidikan yang berkualitas.
YSTC melalui Program School
for Change
dengan ini mengajukan “call
for proposal” kepada
organisasi yang tertarik untuk mengimplementasikan program-program inti School for Change ini.
3.
TUJUAN
UMUM PROGRAM
Anak-anak di Kupang bebas dari kekerasan dan mendapatkan pendidikan yang berkualitas tinggi melalui
program-program inti Perlindungan Anak dan Percepatan Keaksaraan.
4.
TARGET CAPAIAN PROGRAM
Di
bawah ini adalah empat target capaian
dari program:
1. Sekolah
memastikan lingkungan yang aman bagi anak-anak untuk belajar.
2. Sistem
lokal perlindungan anak diperkuat untuk mencegah dan merespon kekerasan terhadap
anak-anak (VAC).
3. Meningkatkan
praktik keaksaraan di sekolah dan masyarakat.
4. Memperkuat
kebijakan yang terkait dengan Percepatan Keaksaraan dan
Perlindungan Anak.
5.
TUJUAN KEMITRAAN
Tujuan
kemitraan ini adalah untuk mendapatkan sebuah implementasi program yang
berkualitas dengan mitra yang kredibel dan yang terbuka untuk penentuan visi
dan target bersama. Mitra yang juga hadir dan memiliki komitmen jangka panjang untuk terus bekerja dengan
pemerintah dan masyarakat di Kupang mengenai perlindungan anak dan pendidikan
anak-anak dalam kerja sama dengan program School for Change dan setelah program
ini selesai.
Untuk mencapai tujuan dan hasil
program sebagaimana yang
ditetapkan, mitra akan dipilih untuk mendukung pelaksanaan program di Kabupaten
Kupang. Idenya adalah memiliki satu atau dua mitra pelaksana yang melaksanakan
kegiatan program di tingkat masyarakat / desa. Akan ada 3 paket pilihan implementasi
bagi mitra untuk dipertimbangkan, yang difokuskan pada strategi
dan kegiatan terkait masyarakat. Paket-paket itu tercantum di bawah ini:
Paket
|
# LSM
|
Program
|
#
Desa
|
#
Kecamatan
|
Budget
|
Paket
satu
|
1
|
Perlindungan Anak dan Percepatan Keaksaraan (Tingkat
Masyarakat)
|
43 desa
|
7
(Kupang Barat,
Nekamese, Kupang Tengah, Kupang Timur, Amabi Oefeto, Amarasi, dan Fatuleu.)
|
3.329.847.893
|
Paket
dua
|
1
|
Perlindungan Anak dan Percepatan Keaksaraan (Tingkat
Masyarakat)
|
20 desa untuk LSM X
|
4
(Kupang Timur, Amarasi, Amabi Oefeto, Fatuleu)
|
1.902.770.224 |
Paket
tiga
|
1
|
Perlindungan Anak dan Percepatan Keaksaraan (Tingkat
Masyarakat)
|
25 Desa untuk LSM Y
|
3
(Kupang Barat, Kupang Tengah, Nekamese)
|
1.427.077..668
|
*Catatan:
Setiap LSM kandidat pelamar dapat melamar lebih dari satu paket yang
ditawarkan.
Paket-paket ini meliputi:
1.
Program inti Perlindungan Anak
2.
Program inti Percepatan Keaksaraan
Secara lengkap aktivitas berbasis masyarakat dapat dilihat dalam tabel
berikut:
No
|
Output dan Aktivitas
|
Indikator
|
Basis
|
Outcome
1: Sekolah memastikan
lingkungan yang aman bagi anak-anak untuk belajar
|
|||
|
Kode Etik di 56 sekolah ada dan ditampilkan
|
||
|
Kampanye EVAC (Penghentian Kekerasan Terhadap Anak)
dilakukan di 56 sekolah
|
||
Outcome 2: Sistem Lokal Perlindungan Anak diperkuat untuk mencegah dan
menanggapi Kekerasan Terhadap Anak (VAC).
|
|||
|
Sekolah dan masyarakat
memiliki mekanisme pelaporan Perlindungan Anak yang berfungsi
|
||
1
|
Sekolah memilih Tim EVAC yang diperkuat dengan
keputusan kepala sekolah
|
Terbentuknya
EVAC di 56 sekolah
|
Sekolah
dan masyarakat
|
2
|
Lokakarya untuk tim EVAC tentang peran dan
fungsinya
|
Ada
satu guideline yang berisi tugas dan fungsi dan disetujui team EVAC
|
Sekolah
dan masyarakat
|
3
|
Tim EVAC memfasilitasi lokakarya untuk
mengembangkan mekanisme pelaporan Perlindungan Anank
|
Ada 2 lokakarya yang dilakukan EVAC team
untuk membentuk mekanisme sistem Perlindungan Anak
|
Sekolah
dan masyarakat
|
4
|
Tim EVAC memfasilitasi masyarakat yang lebih luas
untuk menerapkan sistem pelaporan dan sistem rujukan untuk Perlindungan Anak
Berbasis Masyarakat (CBCP).
|
Setidaknya
3 aktivitas dilakukan oleh team EVAC untuk memfasilitasi masyarakat
menjalankan sistem laporan dan rujukan perlindungan anak
|
Masyarakat
|
|
Guru, orang tua, dan anggota
komunitas lainnya terpapar dengan kegiatan yang terkait dengan Penghentian
Kekerasan terhadap Anak
|
||
1
|
Memfasilitasi Komite Sekolah / Masyarakat untuk
mengembangkan Rencana Aksi Masyarakat tentang EVAC (lokakarya dan kampanye)
|
56
sekolah memiliki Rencana Aksi Masyarakat terkait EVAC
|
Masyarakat
|
2
|
ToT tentang disiplin positif / pengasuhan tanpa
kekerasan untuk komite sekolah.
|
56
Komite sekolah (168 peserta) dilatih tentang positif disiplin/pengasuhan
tanpa kekerasan
|
Masyarakat
|
3
|
Sesi untuk orang tua tentang Pengasuhan tanpa
Kekerasan oleh komite sekolah.
|
840
pengasuh/orangtua laki-laki dan perempuan berpartisipasi dalam sesi
Pengasuhan tanpa Kekerasan
|
Masyarakat
|
4
|
Tim EVAC menyelenggarakan kampanye berbasis
masyarakat
|
112
kampanye level masyarakat dilakukan team EVAC
|
Masyarakat
|
|
Satuan tugas EVAC tingkat
kabupaten dibentuk / diperkuat
|
||
1
|
Memfasilitasi pembentukan / memperkuatt gugus tugas EVAC tingkat Kabupaten
|
1
gugus tugas EVAC tingkat kabupaten terbentuk
|
Sekolah
& Masyarakat
|
2
|
Lokakarya / Pelatihan dengan satgas EVAC tingkat
kabupaten untuk mengembangkan / memperkuat Prosedur Operasional Standar (SOP)
EVAC.
|
1
SOP terkait EVAC dikembangkan
|
Sekolah
& Masyarakat
|
3
|
Pertemuan koordinasi di antara satuan tugas EVAC.
|
2
pertemuan per tahun terlaksana
|
Sekolah
& Masyarakat
|
|
Aliansi EVAC tingkat
kabupaten dibentuk / diperkuat
|
||
1
|
Memfasilitasi pembentukan Aliansi EVAC Tingkat Kabupaten (oleh
Aliansi EVAC tingkat nasional).
|
Aliansi
EVAC tingkat kabupaten terbentuk
|
Masyarakat
|
2
|
Mendukung Rapat Koordinasi Reguler dari Aliansi
EVAC.
|
3
pertemuan per tahun
3
MoM per tahun dikembangkan (termasuk update dari FBO terkait kemajuan dalam
mengintegrasikan pesan PD dalam kothbah)
|
Masyarakat
|
Outcome 3: Peningkatan praktik keaksaraan di
sekolah dan masyarakat.
|
|||
|
Guru dengan peningkatan pengetahuan tentang
strategi/pendekatan Percepatan Keaksaraan (LB) mempraktikannya di ruang kelas
|
||
|
Prakarsa keaksaraan yang dilakukan oleh sekolah
dan masyarakat
|
||
1
|
Fasilitator
Pos Baca di desa
memfasilitasi sesi pos baca
|
56
pos baca berfungsi
|
Masyarakat
|
2
|
Melakukan
kegiatan peningkatan
kesadaran literasi untuk masyarakat
|
7
kecamatan terpapar dengan kampanye peningkatan kesadaran literasi (2kampanye
membaca per sekolah dalam 3 tahun)
|
Masyarakat
|
|
Orangtua mendapatkan meningkatkan pengetahuan
tentang pesan-pesan kunci keaksaraan
|
||
1
|
Melaksanakan
pelatihan untuk fasilitator/relawan parenting bagi orang tua
|
112
falisilator dilatih
|
Masyarakat
|
2
|
Melakukan
sesi parenting
|
280
orangtua/pengasuh berpartisipasi dalam sesi parenting
|
Masyarakat
|
Outcome
4: Memperkuat kebijakan yang terkait dengan Peningkatan Keaksaraan dan Perlindungan Anak.
|
|||
|
Isu-isu keaksaraan dan EVAC diintegrasikan ke
dalam rencana program desa dan mendukung pelaksanaan
EVAC
|
||
1
|
Lokakarya
tentang LB dan EVAC untuk para Kepala Desa dan Lurah
|
44
kepala desa dan Lurah berpartisipasi
|
Masyarakat
|
2
|
Memfasilitasi
pengembangan rencana program desa
|
44
drafts perencanaan desa dengan integrasi isu literasi dan perlindungan anak
|
Masyarakat
|
3
|
Memfasilitasi
pembentukan / memperkuat satuan tugas EVAC tingkat kabupaten
|
Satuan
tugas EVAC terbentuk
|
Masyarakat
|
4
|
Lokakarya
dengan EVAC tingkat
Kabupaten untuk mengembangkan /
Memperkuat EVAC
|
Lokakarya
terlaksana
|
Masyarakat
|
5
|
Mendukung
Rapat Koordinasi Reguler untuk Aliansi EVAC
|
3 Rapat
koordinasi per tahun terlaksana
|
Masyarakat
|
Tema-tema cross cutting
·
Inklusi. Perlakuan
non-diskriminasi kepada semua anak tanpa memandang jenis kelamin, umur, latar
belakang atau disabilitas. Program yang berlatar belakang inklusi sangat
diharapkan untuk mengatasi hambatan kepada non-diskriminasi.
·
Kesetaraan gender. Ketiadaan
diskriminasi yang berbasis pada gender/jenis kelamin (konstruksi sosial).
Program berlatar belakang kesetaraan gender sangat diharapkan termasuk
program-program yang sifatnya transformative dan gender sensitif yang
disesuaikan dengan berbagai kebutuhan.
·
Sustainabilitas dan kemitraan.
Penguatan komunitas dan stakeholder untuk implementasi program dalam struktur
organisasi demi mendorong keberlanjutan program.
·
Pemenuhan hak anak.
Perlindungan, promosi, dan advokasi untuk pemenuhan hak anak terutama untuk
kemompok rentan dan perempuan. Program berbasis pemenuhan hak anak sangat
diharapkan, termasuk memberdayakan anak untuk menyadari hak-haknya dan
menguatkan pemerintah sebagai salah satu lembaga yang membantu memenuhi hak
anak.
6.
DURASI
PROGRAM
Sejak
diluncurkan bulan September 2018, hanya ada beberapa kegiatan/aktivitas yang
berkaitan dengan program karena menunggu Baseline yang akan dilaksanakan bulan
Januari 2019 nanti. Partner akan bekerja sesuai dengan core program per tahun
sesuai dengan School for Change budget. Pekerjaan akan dimulai bulan Maret
2019.
7. OUTLINE
PROPOSAL
Calon
Pertner harus mengirimkan proposal dan detail budget dengan menggunakan
template dari Save the Chidren dengan instruksi sebagai berikut:
A. Silahkan
mengacu pada lampiran 2 dengan outline sebagai berikut. Proposal tidak melebihi
8 halaman (diluar lampiran).
o
Latar belakang (rasional/statement masalah)
o
Ringkasan Project goal dan outcomes, jangkauan lokasi,
aktivitas, output, termasuk indikator penilaian.
o
Penjelasan singkat bagaimana strategi dan aktivitas
berkontribusi pada pencapaian strategi program dan keseluruhan objektif dan
outcome
o
Strategi untuk menjangkai komunitas, stakeholder sekolah,
dan pemerintah daerah.
o
Strategi penggerakan komunitas untuk memastikan kelompok
rentan tercover sesuai dengan bagian 5
o Sustainabilitas:
bagaimana sistim, hasil dan aktivitas kunci dari project anda dimaintain atau
dilanjutkan setelah School for Change selesai.
o
Strategi advokasi (kebijakan dan keputusan untuk
mendukung sustainabilitas program)
o
MEAL
(Monitoring,
Evaluation, Accountability and Learning)
Plan
o
Kapasitas managemen termasuk informasi terkait staff
program dan staff pendukung
B. Lampiran:
o
Expression of Interest dengan mengacu pada template di Lampiran
1
o
Proposal (mengacu pada lampiran 2)
o
Detail proposal budget (mengacu pada lampiran 3)
o
Logical frameworks (mengacu pada lampiran 4)
o
Profil organisasi (mengacu pada lampiran 5)
8.
KRITERIA EVALUASI
Evaluasi proposal akan mengikuti kriteria sebagai
berikut:
1.
Proposal development, mengacu pada outline proposal (mengacu pada
lampiran 2)
2.
Design
aktivitas, mengacu pada strategi core program
3.
Tema-tema
cross cutting dimasukan ke dalam
proposal
4.
Pendekatan
yang digunakan, metodologi, dan strategi
5.
Total
budget tidak boleh melebihi angka yang telah ditentukan dalam tabel di atas..
6.
Operasional/budget
tidak lebih dari 25% dari keseluruhan budget
9.
PROSES SELEKSI
Seleksi partner akan mengikuti tahapan sebagai berikut:
Aktivitas
|
Waktu
|
1.
Partner
mengirim aplikasi dan proposal
|
05 Desember 2018
|
2.
Review
proposal, budget dan dokumen pendukung sesuai dengan kriteria untuk
mendapatkan 3 kandidat
|
06 -07
Desember 2018
|
3.
Assessment
kepada 3 kandidat yang sudah terseleksi
|
13 - 14 Desember
2018
|
4.
Seleksi
dan penilaian
|
21 Desember 2018
|
5.
Pengumuman
|
24 Desember 2018
|
6.
Inception
Period
|
Jan – Feb 2019
|
7.
Implementasi
|
Maret 2019 – Februari
2020
|
.
10.
PROSEDUR PENGIRIMAN PROPOSAL
or to Save the Children Kupang Field Office (please see the address below).
Yayasan Sayangi Tunas Cilik –
Mitra Save the Children
Jl. Sam Ratulangi IV, No.3 RT 20/ RW 07, Kel.
Oesapa Barat, Kec. Kelapa Lima Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, 85100
Batas akhir pengiriman proposal adalah sebelum 05 Desember 2018
jam 17.00 WIB.
11. KUALIFIKASI PARTNER
Partner
harus memiliki kualifikasi minimum sebagai berikut:
·
Identitas/bukti legalitas organisasi di Indonesia
·
Mempunyai struktur organisasi sudah terbentuk dan jelas
·
Mempunyai kebijakan financial, logistik, dan HR yang
jelas
·
Tidak pernah terlibat dalam kasus pelanggaran HAM dan
kekerasan terhadap anak
·
Bebas dari diskriminasi, intimidasi, dan ekploitasi
kepada anak
·
Tidak berafiliasi dengan organisasi terlarang termasuk
terorisme
·
Tidak berafiliasi dengan partai politik dan vetting lanjutan akan dilakukan bagi
organisasi yang terpilih berdasarkan kepuasan atas proposal yang diajukan.
·
Mempunyai pengalaman pekerjaan sebagai partner di tingkat
nasional dan internasional
·
Mempunyai pengetahuan yang baik terhadap hal anak dan
mampu bekerja dengan anak (partisipasi anak)
·
Mengikuti kebijakan perlindungan anak YSTC
·
Mempunyai pengalaman yang relevan terkait implementasi
program
·
Mempunyai pengalaman menggerakan komunitas
·
Beroperasi di Kupang dan mempunyai long-term plan untuk
terus bekerja di Kupang
·
Mempunyai sumber pembiayaan yang jelas
·
Mampu mengembangkan proposal yang berkualitas
·
Mempunyai referensi dari orgranisasi sebelumnya yang
pernah bekerjasama
·
Mempunyai hubungan baik dengan pemerintah daerah baik
Pemerintah Kabupaten, Kecamatan maupun Desa.
No comments:
Post a Comment